amun, hari ini terasa lain, selain panas yang tak terkira. Sebuah berita yang saya terima menyatakan bahwa istri saya, yang sebelumnya pamit mau pergi, ternyata tak akan kembali lagi. Hilang dalam sebuah peristiwa, dan telah dinyatakan tak ada harapan untuk kembali.
Semula saya masih menyimpan harapan ia akan ditemukan. Namun akhirnya saya berpikir realistis untuk melepas kepergiannya. Ibu saya dan ibu istri saya datang ke rumah. Kepada beliau saya mengeluhkan siapa yang akan meng-handle anak-anak. Siapa yang tiap malam akan mendampingi mereka belajar menulis dan mengaji. Siapa yang akan rela mengurusi tetek bengek urusan anak-anak dan keluarga.
Kerabat dan kawan-kawan berdatangan. Dan hari-hari pun saya lalui semakin panas. Panjang dan hampa, tanpa makna. Dari mulut ini tak henti keluar keluhan dan kata-kata putus asa. Para kerabat mencoba menghibur. Dari mencarikan pembantu dan baby sitter yang akan mengurus anak-anak dan rumah tangga, sampai membuka kemungkinan untuk mencarikan istri baru. Pikiran saya berusaha untuk saya tegar-tegarkan, tapi tetap saja hati ini terasa tanpa semangat lagi. Hari-hari semakin terasa panjang dan melelahkan. Bahkan sudah terpikir untuk menghitung hari menuju mati. Tetapi, anak-anak yang lucu-lucu dan luar biasa itu, siapa yang akan merawat mereka tumbuh.
"Dia tak akan terganti", ujarku dalam hati. Lalu kepada kerabat yang sudah datang, kuutarakan keinginanku, andai aku punya kekuasaan yang besar, akan kubangunkan serupa Taj Mahal untuk mengenang dia. Yah, mungkin tidak sebesar itu, sesuai dengan kemampuanku. Lalu...
Tiba-tiba aku terbangun dan menemukan istriku tidur nyenyak di sampingku, membungkus dirinya dengan selimut tebal. Sempat kaget, karena biasanya ia didaulat si Kembar untuk menemani tidur mereka hingga pagi. Segera kupeluk dan kucium dia, merasa bersyukur karena ia masih ada menemani hari-hari ku. "Wuk, aku mimpi buruk, kamu nggak ada," kataku padanya. Sambil setengah sadar, balasnya. "Mesti belum solat sebelum tidur. Sudah solat dulu".
Di pembaringan aku mengumpulkan kembali kesadaranku. Meski mimpi, rasanya lama sekali, dan rasa kehilangan dan kehampaan itu benar-benar terasa. Isya-ku malam ini sudah pasti teriring tahajud. Benar-benar bersyukur rasa kehilangan yang kualami ternyata hanya mimipi.
Paginya aku memenuhi janjinya untuk mengantar anak-anak ke sekolah, karena dia akan berangkat lebih siang. Seperti biasa. Tetapi pagi ini terasa berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar