Kamis, 15 Oktober 2009

Si Kembar dan Mesin ATM

Kata istri saya, ITB adalah kampus yang paling nyaman untuk jalan-jalan (suit, suit...). Selain suasananya yang teduh, penuh pohon berbunga, ada burung-burung (awas, ketiban eek burung...), dan nyaman untuk pejalan kaki (ya, iya lah, kan desainnya kudu memperhatikan accesibility for diffabables --> sok ngarsitektur...).

Salah satu tempat favorit kami saat jalan-jalan di ITB (sama anak2, tentunya, kalau berdua 'kan bisa disuit-suitin mahasiswi...), adalah mesin ATM. Awalnya karena musti memenuhi hasrat dasar kebutuhan manusia (ambil doku, kamsudnya, soalnya tanpa ini 'kan nggak bisa beli2), namun lama-lama saya merasa nyaman berada di kotak kecil ini, ini karena adhemm nian, soalnya ada AC-nya menyala terus. Akhirnya kadang-kadang nggak terlalu butuh pun maksain masuk ke kamar ATM, meski cuma narik 20 ribu doang, yang penting ngademm...

Dan moment ini pastinya tak dilewatkan oleh si Kembar, yang kemudian bikin moment-moment sendiri di kotak kaca ini. Dari kotak kaca ini, mereka berdua mencoba melihat ke luar. Jelas nggak bisa, wong kacanya dilapis stiker kaca es yang buram gitu. Alhasil, si kembar mencoba melongok dunia di luar kamar ATM melalui kaca yang tidak ditempeli stiker buram, yaitu kaca di bagian bawah. Soalnya kalau melongok lewat kaca bagian atas, belum nyampai (ya, iya lah, memang mau sunggi-sunggi-an...). Suatu saat saya melihat atraksi bocah kembar tersebut dari luar kamar ATM. "Atraksi" dua kepala kecil berdimpitan dengan wajah nyengir usil nongol di balik kaca bening bagian bawah ATM (aduh, susah banget nulisnya, bayangin aja 'ndiri, deh...) membuat beberapa pengantri ATM "tercuri" perhatiannya (terlihat dari raut muka yang berubah rada kaget --> sok analitis mode: on).

Interaksi si Kembar dengan mesin ATM berlanjut. Kali ini kebiasaan kalau ikut bundanya di ATM, mereka bergaya menadahkan tangan di depan mesin ATM seolah-olah uang dari ATM nya bakal jatuh. Begitu kebiasaannya, dan dilakukan secara bergantian. Padahal yang terjadi sesungguhnya uangnya nggak bakalan jatuh, tapi dengan gayanya itu, mereka menarik uangnya. Narik uang saja kebanyakan gaya. Padahal nggak semua urusan sang bunda di ATM menarik uang. Kadang mengecek apa transferan sudah masuk atau belum (maklum, businesswomen...). Dan kalau udah kejadian gini, si Kembar kecele, lah akhirnya, sudah terlanjur gaya, bukannya dapat doku, malah dapat kwaci. Kwaciaaan, deh, lu...
(baru nggak kwacian kalau ada orang lain liat gaya-gaya kalian di ATM, terus narik duit, sebagian dikasihin ke kalian. Maunya, tuh...)

Urusan dengan uang, si Kembar juga punya tingkah lain. Pas saat lebaran, anak-anak mendadak dangdut, eh, mendadak kaya, karena dapat THR dari pakde budhe oom dan tantenya (btw: kok lebih banyak disebut oom tante, ya, nggak paklik bulik?). THR yang yang paling disukai si Kembar adalah kala mendapat dua ribuan baru sebanyak masing-masing sepuluh biji dari tante dan eyangnya. Nah, ketika oomnya yang lain ngasih masing-masing 50 ribuan, cuma selembar, si Kembar protes. "Oom, nggak mau. Maunya dikasih yang banyak, kayak yang dikasih tante tadi..." Wee, dasar bayi-bayi, tahunya 10 lembar 2 ribuan baru lebih banyak daripada selembar 50 ribuan. Biasa, masih terpukau oleh jumlah dan bentuk, bukan esensi...(nyindir yang dewasa, nih, yee...). Tapi, nggak papa, deh, siapa tahu tahun depan kalian akan dikasih 10 lembar 50 ribuan baru (maunya...)

Snapshots: Komputer yang Bisa Mengetik Sendiri

Snapshot 1: Komputernya bisa ngetik sendiri...

Saya rada males kalau harus ngeformat USB flashdisk 1GB, karena bisa memakan waktu satu jam lebih (waduh, ini bisa termasuk timevora, nih= sejenis makhluk pemakan waktu, :D). Nah, pas ada kesempatan menjemput Fulli (sambil bawa si kembar tentunya, biar suasana jadi renyah di jalan...), saya putuskan untuk mempformat itu flashdisk. Sebelum berangkat saya sempat buka note book, colok flashdisk, dan run format, berharap kerjaan ini sudah kelar begitu kami pulang nanti. Jenina yang melihat ayahnya justru bekerja di depan komputer mendadak bertanya,
Jenina: "Ayah kok kerja? Nggak jadi jemput kak Fulli" (raut muka memelas do'i seakan berkata kok kita tidak jadi pergi)
Ayah: "Jadi, nak. Ayah cuma mau memformat flashdisk. Biar waktu kita pergi, komputernya tetap bisa kerja".
Jenina: "Hah, jadi komputernya bisa kerja sendiri? Bisa ngetik sendiri?" (sembari matanya berbinar, mungkin membayangkan komputer bokapnya "ngetik" sendiri")
Ayah: "Bukan, Jen. Maksudnya..."(males ngejelasin, ah, nunggu dia gede aja baru dijelasin...)

***

Snapshot 2: Tuna Maya

Gara-gara pulang dari les ndengerin syair lagunya Kris Dayanti tentang "tuna cinta", Fulli langsung tanya:
Fulli: "Ayah, tuna cinta itu apa, sih?"
Ayah: "Lho, kan kayak tuna wisma, tuna netra, tuna rungu. Kalau tuna wisma artinya apa?
Fulli: "Orang yang nggak punya rumah"
Ayah: "Kalau, tuna rungu?"
Fulli: "Orang yang nggak bisa mendengar"
Ayah: "Kalau tuna netra?"
Fulli: "Orang yang nggak bisa melihat?"
Ayah: "Kalau tuna maya?"
Fulli:"....????"
Ayah: "kalau ikan tuna?"
Fulli:"....???" (belum ngerti kalau bokapnya baru baca buku plesetannya Kelik Pelipur Lara...)